Semut Merah Mungil dan Hujan

Suntuk nonton tv seharian, aku beranjak ke tempat tidur dengan sebuah buku karya Stephen R. Covey. Ketika sedang asyik membaca sembari berbaring di atas tempat tidur, tiba-tiba terasa nyeri di pergelangan tangan kiriku. Spontan tangan kananku menepuk bagian tangan kiriku yang sakit. Ketika ku lihat, oo… Seekor semut merah mungil tewas di tanganku. Aku lalu membuangnya sembarang lalu meneruskan bacaanku.

Tak lama kemudian aku melihat beberapa ekor semut merah kecil itu lagi di atas tempat tidurku. Takut terulang digigit dua kali, aku langsung mendepak semut-semut itu dari tempat tidur.

Aku kembali meneruskan membaca buku. Tapi lagi-lagi beberapa ekor semut merah mungil mengesalkan itu berlenggak-lenggok di hadapanku. Geram, ku ambil sapu lalu ku tepik seluruh tempat tidurku dengan harapan tak ada satu ekor semut lagi yang menggangguku, lalu membuang beberapa semut yang terkumpul keluar jendela.

Setelah usai, aku lanjut membaca. Namun, pikiranku tak konsentrasi. Mengingat peristiwa kecil barusan.
Ya… Tak lah enak digigit semut, walau kecil, tapi cukup nyeri dan menyebabkan bengkak. Tapi bukan itu yang mengganggu pikiranku. Di luar hujan!

Aku jadi kepikiran bagaimana nasib para semut itu. Bukankah di luar sedang hujan deras?? Tentu air selokan di bawah jendela kamarku juga sedang melimpah alias tergenang… Oh Tuhan… Mengapa aku setega itu membuang mereka keluar hanya karena satu kesalahan rekan mereka yang mungkin juga tidak sengaja menggigit tanganku. Bukankah aku bisa menjauhkan saja mereka dari tempat tidurku tanpa perlu berbuat sekasar itu….

Aku jadi merasa bersalah… Membayangkan tubuh-tubuh mungil yang kini mungkin sedang timbul tenggelam di genangan air. Jika aku bisa mengerti bahasa semut, mungkin sekarang aku telah mendengar jeritan minta tolong mereka. Tapi bagaimana bisa ku bantu, sedang kamarku di lantai dua.

Sungguh! Aku merasa sangat menyesal dengan sikapku barusan. Aku sadar, aku telah egois dengan merasa bahwa kamar tidur ini hanya milikku. Dan aku lupa, bahwa kamarku juga bagian dari bumi Allah, dimana semut pun berhak untuk singgah. Astaghfirullah…

Sedang asyik dengan dramatisasi pikiranku, Tiba-tiba, aku melihat beberapa ekor semut merah kecil merah berbaris kembali di atas tempat tidurku. Aku terhenyak. Penasaran dari mana lagi mereka muncul.

Ku perhatikan dengan seksama alur liuk barisannya berasal. Oh… ternyata dari lubang kecil antara dinding dan kayu di dinding kamarku. Ketika ku perhatikan kemana mereka menuju, hatiku terenyuh. Mereka menuju ke gerombolannya pada segelas susu coklat di atas meja samping tempat tidurku!

better with two

***
Apa yang kemudian aku lakukan? (jika aku adalah kamu).
A. Menepik kembali dengan sapu lidi.
B. Gak peduli n terusin baca buku.
C. Berbaik hati mengikhlaskan susu coklatku.
D. ………………… (isi ndiri)

***

11 Desember 2010

satu kisah dari sebuah catatan lama… suka tiap kali membacanya 😀

Fizaki

Tinggalkan komentar